“Rumondang!, tolong nanti sepulang
sekolah kau tumbuk beras yang sudah kurendam itu ya” teriak Mamak setelah
Rumondang pamit pergi sekolah
“Iya Mak” sahut Rumondang tak kalah
kencang
Saya yang sedang membereskan tempat
tidur di kamar segera keluar menuju dapur.
“Kita mau bikin itak ya Mak?”
tanyaku
Mamak yang tidak menyadari
kehadiranku segera menoleh “ Iya, kita mau buat Itak Gurgur”.
“Itak gurgur?, bukannya itak gurgur
itu biasanya untuk pemujaan kepada Oppung Mula Jadi Nabolon?” tanyaku penasaran
Mamak sedikit kaget dengan
pertanyaanku
“Kita bukan hendak melakukan
pemujaan sebagaimana tradisi Nenek Moyang kita saat Maritak Gurgur dulunya, ini
lebih kepada memanjatkan doa dan permohonan kepada Tuhan agar kamu tetap kuat
dalam segala masalah yang sedang kamu alami” Mamak menjelaskan.
“Aku dan Bapakmu akan mengundang
Tetua Adat dan Penatua Gereja untuk melakukan doa bersama di rumah kita malam
ini. Semoga dengan doa dan permohonan para tetua kamu diberkahi dengan semangat
untuk menjalani hidup kedepannya”.
“Baiklah Mak, saya sih tidak
bermaksud mau melanggar aturan adat ataupun tradisi tetua di kampung kita, tapi
ada baiknya tradisi memberi sesajen kepada leluhur kita hilangkan. Adalah hal
yang lebih diterima karena kita menggantinya dengan acara doa dan ibadah”.
jelasku pada Mamak
^^^^^^^
“Kak,berasnya sudah selesai kutumbuk
ya” seru Rumondang adikku
“Iya dek, Mauliate ya!”
Kulihat Rumondang sedikit kelelahan
menumbuk rendaman beras itu hingga menjadi itak.
“Kenapa tidak kita giling pakai
mesin penggiling beras saja tadi Mak?” tanyaku
“Rasanya kurang paslah kalau
digiling pakai mesin, kalau di tumbuk pakai lesung itu lebih mantap” sahut
Mamak
“Terus untuk bahan lainnya apa lagi Mak?”
“Untuk enam takar itak tadi, kamu campur dengan satu
setengah butir kelapa parut ya, itu tadi sudah mamak parutkan. Untuk rasa yang lebih
enak sebaiknya kita pilih kelapa yang agak muda karena kalau kelapanya agak tua
rasanya kurang legit”.
“Untuk gulanya Mak, kira kira berapa
banyak?”
“Tiga ratus gram gula merah, tak
perlu terlalu banyak gula karena rasa manis dari kelapanya sudah cukup”
“Iya Mak” sahutku sembari mengadon
semua bahannya.
“Hmm…rasanya sudah mantap Mak”
“Setelah itu kamu kepal - kepal dan
tata dalam pinggan, sebentar lagi para tetua akan tiba” pinta Mamak
^^^^^
Tepat jam tujuh malam para Tetua dan
seorang Penatua Gereja sudah berkumpul di ruang tamu. Mamak memintaku untuk duduk
diantara dia dan Bapak.
“Horas ma dihita sude!”
Bapak memulai pembicaraan.
“Adapun maksud dari undangan ini tak
lain untuk mendoakan boru kami yang mengalami masalah dalam pernikahannya.
Kerinduan kami agar dalam menjalani hari kedepan dia tetap kuat dan tabah.
“Nauli
Amang!. Untuk itu mari kita mulai dengan doa” sahut Penatua.
Selesai berdoa salah satu dari Tetua
Adat membawa pinggan yang berisikan itak gurgur dan menyuruh saya untuk mengambil
satu kepal. Sebelum memakannya tak lupa disertai umpasa.
“ Tuak natonggi ma” (Tuak yang Manis)
“ Tu bagot sibalbalon” (Pohon Aren si Balbalon)
“ Tung paet ditingki nasalpu” (Segala kepahitan di masa
lalu)
“ Sai ro ma angka natonggi tu joloan on” (Kiranya berubah
manis kedepannya)
“ Sebagaimana pengertian“gurgur adalah mendidih”, demikianlah kiranya
semangatmu tetap mendidih dalam menghadapi hidup kedepannya”
“Emma tutu”
sahutku mengaminkan.
Oppung Mula Jadi Nabolon :
Leluhur/ Nenek Moyang
Mauliate :
Terimakasih
Boru :
Putri
Horas ma dihita :
Selamat buat kita
Nauli Amang :
Baiklah Bapak
Emma Tutu :
Jadilah seperti yang diharapkan
Catatan : Tulisan ini pertama sekali di publish di Kompasiana dalam rangka mengikuti lomba fiksi kuliner.
Manstaf :)
BalasHapus