Selasa, 20 September 2016

I’m Not the Only One




“ You and me made a vow, for better or for worse”
“ I can’t believe you let me down”

“ Hey, kamu sedang melamun ya sayang? “ Robby suamiku memelukku dari belakang. Aku buru – buru menyeka airmataku dan menyuguhkannya senyum termanis
“ Aku larut dalam syahdunya lirik indah Sam Smith” kilahku.
“ Wanita memang terlalu perasa” sahutnya sembari memamerkan senyum yang selalu membuatku terpesona. Senyum yang telah meluluhkan hatiku hingga pada janji sehidup – semati. Dan senyum itu jualah yang sesungguhnya telah menorehkan luka teramat dalam di hatiku. Karena Robby telah membagikannya dengan wanita lain. Robby suamiku teramat pintar bersandiwara, pun aku terlalu mahir menutupi perasaan karena tidak sanggup kehilangan dia.
“ Karena wanita itu lembut” sahutku sembari mendaratkan kecupan di pipinya

%%%%%

Aku melangkah ragu ke restoran yang berada di depan kantor suamiku. Tapi niatku sudah bulat, aku harus mampu membuktikan perselingkuhan suamiku melalui sebuah foto. Beruntungnya, restoran ini menggunakan kaca yang bisa melihat keluar dengan jelas, tapi dari luarnya terlihat gelap. Aku memilih meja paling sudut, supaya aku bisa leluasa mengawasi orang yang masuk dan juga tetap awas saat melihat keluar.
“ Mau pesan apa mbak? “ pramusaji memberikanku daftar menu
“ Bistik Ayam porsi sedang, dan kopi hitam ya”
“ Baik, silahkan ditunggu!”
Sembari menunggu pesananku datang, aku mengeluarkan ponsel dan siaga mengawasi kali – kali suamiku keluar.

Ups!. Seorang perempuan yang agaknya kukenal keluar dari gedung kantor suamiku. “ Reni?, ngapaian dia disana?, bukankah dia sudah resign dua tahun yang lalu?”. Dan,,tiba – tiba menyusul seorang pria, Robby?. Mereka berdua melangkah meninggalkan gedung, menuju parkiran mobil. Tak mau kehilangan jejak, aku melangkah keluar dan “ klik” sebuah gambar sebagai bukti berhasil kuabadikan. Robby menuntun mesra Reni saat hendak masuk mobilnya.

%%%%%

Gemuruh amarah di hatiku rasanya ingin segera kulampiaskan. Aku ingin Mas Robby menyesal karena telah menghianati aku. Kali ini, aku tak akan lagi terperangkap pada senyum manisnya yang selalu membuatku luluh. “ Tidak ada maaf buatmu Mas Robby!”.

Tepat pukul tujuh malam, Mas Robby tiba di rumah. Aku berusaha bersikap biasa dan membiarkannya tenang dulu. Kuambilkan segelas air dingin untuknya.

“ Terimakasih, istriku sayang”
“ Hmm” sahutku acuh
“ Ada apa sih sayang, kok jawabnya acuh begitu?”
“ Ngak apa – apa!, habisin dulu air putihnya baru kita ngomong serius” sahutku
“ Ada apa nih, kok rasa – rasanya saya seperti mau di sidang?”

Aku membuka ponselku dan menunjukkan sebuah foto padanya.
“ Ini maksudnya apa Mas?” Mas Robby terlihat pucat
“ Kamu terlalu possesif Siska, awas loh berpikir yang bukan – bukan bisa membuatmu stress”
“ Maksud Mas?, semua ini tidak benar?, Apakah pantas seorang pria beristri mengandeng mesra tangan wanita lain?, Pikirkan dong perasaanku Mas!”
“ Sudah…Sudah, saya kira kamu memang sudah gila!” Mas Robby berteriak marah
“ Iya, aku memang sudah gila Mas Robby!, gila karena tak menyangka kamu penghianat!”
“ Itu semua terjadi, karena aku sudah bosan denganmu!”.
“ Okay fine!, jika itu maumu aku akan pergi dari hidupmu!”

Malam itu, kuputuskan untuk meninggalkan Robby. Pria yang telah mengajariku mencintai dan yang juga telah mengajariku bagaimana harus melepaskan.

“ You say I’m crazy, cause you don’t think I know what you’ve done”
“ When you call me baby, I know I’m not the only one”
“ I have loved you for many years, Maybe I am just not enough “





6 komentar:

  1. Terlalu mudah bagi pria itu berkata "aku sudah bosan denganmu". Semoga para pria di fakta tidak segampang pria di fiksi itu. Aku benci lelaki itu.

    BalasHapus
  2. I know that story...hehe, brengsek yaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Begitulah fakta yg ada di lapangan Vi. Cuma endingnya saya bikin beda. Harusnya wanita itu tetap bertahan demi keutuhan rumah tangga. Tak saya kira tak mudah membagi pria dengan wanita lain kan?.

      Hapus
  3. I know that story...hehe, brengsek yaa

    BalasHapus